Assalamualaikum
Wr.Wb
Bismillah
hirohmanirohim.
Semoga pembaca blog saya yang sederhana ini selalu diberi kesehatan untuk
blogwalking terus J
Kalo liat dari judulnya sih sebenarnya masih kedengaran absurd, yah. Tapi
saya akan coba membahasnnya dengan cara saya yang sederhana, namun memuakan. Percayalah, saya bukan orang suci,
tapi mengatakan hal yang benar dan nyata tidaklah harus dilakukan oleh orang suci
saja.
Seperti yang kita ketahui, beberapa tahun belakang ini Internet dengan
segala fungsinya sudah menjadi bagian terpenting dalam menjalani aktivitas
sehari-hari, begitu pula dengan Social Media yang semakin lama semakin
digandrungi, mulai dari anak-anak sampai orang tua.
Facebook dan Twitter merupakan SocMed terbesar dan yang paling popular
sekarang ini—walau twitter sebenarnya adalah merupakan MicroBlog untuk berbagi
Informasi. Kegunaan dari Sosial Media ini salah satunya sebagai sarana
bersosialisasi lewat dunia maya, entah itu berinteraksi dengan teman, mencari
teman baru, berbagi informasi, atau berkumpul dalam suatu forum untuk
mengobrolkan banyak hal. Tapi, di sisi lain fungsi ini sudah sedikit
berkembang—atau bahkan bergeser—menjadi lahan untuk mengekspresikan perasaan.
Lewat Fitur menulis status di Facebook dan tweet di twitter, kita bisa
menuliskan apa yang kita rasakan, yang kita lihat, atau apapun sampai ke
hal-hal yang tidak penting, dan tak jarang Status dan Tweet yang kita sebarkan
memancing emosi yang membacanya, apalagi ketika status dan tweet yang di tulis
bernada menyindir , bahkan sampai menimbulkan kesalah pahaman. Emosi di sini
bisa berbentuk suka, sedih, bahkan marah.
Di dunia Sosial Media, dalam skala kecil hanya ada dua peran yang dilakoni
para penggunanya penggunana, yaitu Yang menulis status atau tweet dan yang
membaca status atau tweet tersebut. Sebagai yang membaca kiriman berupa status
dan tweet yang isinya beragam, kita sebenarnya harus lebih bijak dalam
menyikapi status-status dan tweet-tweet—bernada sumbang—yang dikirimkan
pengguna lainnya. Berikut hal-hal yang mungkin harus kita perhatikan untuk
menyikapi sentilan-sentilun dari status dan tweet yang menyindir dan demi
mencegah terjadinya suatu kesalah pahaman.
1.
Jangan Ke-Gr-an, Apalagi Sensian.
Memang kedengaran aneh, tapi inilah yang sering menjadi alasan kenapa banyak
orang yang salah paham menyikapi suatu status atau tweet.
Saya ingat dengan apa yang di katakan Pandji. P dalam stand up comedy-nya;
“Orang di kita (Orang Indonesia-Penulis) lebih pintar menangkap apa yang
dilihat, didengar dan dibaca, daripada menangkap apa yang dimaksud.”
Mungkin kita sudah tahu apa maksud dari apa yang dikatakan Pandji di atas.
Dan kenyataannya memang seperti itu. Saya pernah menulis tweet yang kicauannya
seperti ini; “Akhir-akhir ini banyak cewek yang pake jersey bertuliskan AON.
Mungkin kalau mereka bertemu, mereka akan membentuk tim sepak bola.” Dan tak
lama berselang, ada follower saya yang gak terima, dia marah lewat mention dan
menyindir saya, katanya sih saya sudah ngehina Manchester United—kebetulan orang
ini juga pake jersey serupa.
Sebagai counter attack, saya tuliskan kata-kata Pandji di atas sebagai
tweet saya. Namun si follower saya ini malah makin marah dan merasa dirinya
terhina sama tweet saya. Loh kok bisa? Mana saya tahu.
Sebenarnya, kalau anda-anda yang mengerti humor, tweet saya yang tentang
jersey di atas itu sama sekali tidak mengandung hinaan sama sekali terhadap
Manchaster United—ngapain juga saya ngeledek MU, saya bukan penggemar bola—dan
saya yakin 100% yang memakai jersey AON itu gak selalu fans MU. dan tweet yang
mengutip dari kata-kata Panjdi—yang di atas tadi—sebenarnya sebagai bentuk
penyadaran, bukan perendahan.
Dan kejadian itu berakhir dengan di-unfollow-nya saya dan dipecatnya saya
jadi temannya. Sebenarnya masih ada pengalaman serupa, tapi saya tidak
tuliskan, saya hanya takut….. karena temen-temennya di antaranya mudah sekali
tersinggung. Capek nyadarinnya. tuh, kan tersinggung. :p
Hal ini bisa
berdampak serius loh. Terlalu GR dan Sensi malah bisa membuat kita mudah
terprovokasi, percaya deh.
2.
Baca, Pahami,
Baru Intrupsi (Bukan marah-marah, yah)
Kekurangan dari orang yang GR-an dan Sensian adalah lebih mengandalkan
perasaan ketimbang logika. Dulu, saya adalah orang yang seperti itu dan saya
sangat tahu bagaiamana tersiksanya jadi seorang yang perasa. Jelas lah, tiap di
ledek sakit hati, tiap diliatin tersinggung, dibentak sedikit gak terima, dan
tiap disinggung pundung (Merajuk).
Saya ada contoh kasus yang nyata. Jadi, kemarin ada teman FB saya yang
menulis sindiran di facebook, isinya kira-kira begini; “pas lagi butuh, datang
ke gue. Temen macam apa lu?” yang jelas, itu status bukan untuk saya karena
saya bukan teman orang itu di dunia nyata, jadi saya like saja statusnya. Lagi
pula saya tahu, status itu ditunjukan untuk orang yang hanya dia tahu siapa
orangnya. Tapi, tiba-tiba ada seseorang yang komentar dalam statusnya—mungkin
dia salah satu teman dekat si penulis status tersebut. Yang komentar ini
marah-marah, seakan tersinggung dengan status tersebut. Lalu terjadi percakapan
serius di dalam kolom komentar yang lagi-lagi berakhir dengan kesalah pahaman.
Yah, kalau anda merasa teringgung, lebih baik baca dulu statusnya
baik-baik, lalu diam (pahami), dan (kalau perlu) bertanya baik-baik.
Saya tidak bilang kalau menyindir itu wajar, tapi kita tidak akan lepas
dari apa yang namanya sindiran, entah itu yang mengarah ke kita atau orang
lain. Diam bukan berarti lemah, kita lebih baik mencegah kesalah pahaman
daripada menyelesaikan salah paham—karena itu adahal hal yang membuang-buang
waktu. Kalaupun anda teringgung, yah, tanyakanlah dengan awalan yang baik,
seperti “Lu kenapa? Cerita lah sama gue siapa yang begitu.” Atau apapun yang
bernada merdu, bukan langsung berkoar-koar.
Lalu, ada orang
yang tersinggung kalau komentarnya di baca ketus. Halo? Ini Sosial Media kali.
Di sini isinya kebanyakan tulisan, mana kita tahu kalau komentar yang kita
terima itu bernada marah, riang, sedih atau gembira? Kadang emotion picture pun
menipu kok.
3.
SABAR, SABAR dan
SABAR.
Inilah yang sulit
untuk dilakukan kebanyakan orang di jaman edan ini. 2 poin di atas sebenarnya
tidak akan berhasil jika poin ke-3 ini kita tidak miliki. Sabar adalah kunci
yang paling ampuh untuk mengurung Hawa Nafsu. Dan yang special adalah orang
yang selalu bersabar ada kemungkinan bahwa dia percaya atas kehadiran Tuhannya
dan hikmahnya. Sabar itu tidak berbatas, manusianya sendiri yang membatasi.
Segala bentuk kedamaian berawal dari sini, termasuk dalam mencegah kita
berkoar-koar di status dan tweet atau komentar dan mention. Mencegah kita dari rasa
mudah terprovokasi oleh status dan tweet sindiran yang belum tentu sindiran itu
ditujukan pada kita. Kalaupun sindiran-sindiran
itu ditujukan pada kita, jadikan itu sebagai motivasi untuk meningkatkan
kualitas diri.
Saya sendiri masih perlu belajar meningkatkan tingkat kesabaran saya dan
sangat keterlaluan kalau saya tidak mengajak para pembaca untuk ikut meningkatkan
kesabaran kita. Jadi, marilah kita bersabar. Saya yakin sekali kalau orang yang
bersabar dan bisa menahan hawa nafsu itu adalah orang baik dan sangat mencintai
kedamaian.
Kita dan bahkan saya sendiri pasti pernah menulis status atau tweet
sindiran. Saya akui itu. Dan maksud saya menulis mengenai hal ini adalah agar
kita lebih berhati-hati menanggapi suatu sindiran agar tidak berujung pada
kesalah pahaman—tulisan kali ini berlaku untuk saya juga. Tapi. Bagi saya
sendiri sindir-menyindir itu adalah seni, seni berbicara dengan tingkat
kesulitan advance. Tapi usahakanlah isi dari sindiran itu berbobot, yang
membangun dan menyadarkan banyak orang.
Sebelum saya tutup, ada pesan dari Patrik Star yang harus saya
sampaikan; “Pemujaan yang berlebihan itu tidak sehat.” Orang sebodoh Patrik
saja tahu kalau pemujaan yang berlebihan itu tidak baik, termasuk dalam menjadi
fans. Kenapa? Karena, ketika kita terlalu fanatik terhadap suatu hal, entah itu
tim sepak bola atau apapun, kita pasti akan memandang rendah orang yang tidak
memuja apa yang kita sukai.
Well, Mungkin kalau ada yang kurang
setuju dengan ocehan panjang lebar saya ini, bisa kita bahas disini. Kita
terbuka saja, agar tidak ada yang tersinggung, salah paham dan bisa memilih
jalan keluar yang lebih baik dalam membangun etika dalam bersosial media di
Internet.
Saya berterima kasih banyak pada
orang-orang yang sudah membaca bahasan blog saya kali ini—gak yakin ada yang
baca padahal :D. Semoga kita bisa menjadi orang yang lebih baik lagi, entah itu
untuk teman, teman facebook, follower, Negara dan kedua orang tua *LOH?
:D. Mohon maaf jika masih banyak
kesalahan dalam segi penulisan dan tema. Mungkin cukup sekian, sekali lagi saya
berterima kasih.
Sebagai penutup saya ucapkan salam
pada pembaca yang budiman. Semoga Tuhan
merahmati kita selalu.
Wassalamualaikum Wr.WB.
Image Source : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQati91XCxtzaDHLyx69hUc1VQXTX8qaloASwGt2CZCsH7t10DROZ5_5G7h9F_lxPWFAK5AEN0Bb0LjNvVFYHVmfETqUhP_MxuytHWJB0XHYF55TDvBsUrzlXTWtFtDKODDveu7VUGqVox/s400/computer-stress.gif
0 komentar :
Posting Komentar